Dalam penguasaan teknik sprint terdapat faktor-faktor yang sangat mendukung demi
tecapainya penguasaan teknik yang baik. Menurut Thomson Peter J.L (1993; 68) ada 5
(lima) kemampuan biomotor dasar yang merupakan unsur-unsur kesegaran atau
komponen-komponen fitnes yaitu kekuatan, dayatahan, kecepatan, kelentukan, dan
koordinasi.
a. Kekuatan.
Adalah kemampuan badan dalam menggunakan daya. Kekuatan dapat dirinci menjadi
tiga tipe atau bentuk, yaitu:
1. kekuatan maksimum, yaitu daya atau tenaga terbesar yang dihasilkan oleh otot yang
berkontraksi. Kekuatan maksimum tidak memerlukan betapa cepat suatu gerakan
dilakukan atau berapa lama gerakan itu dapat diteruskan
2. Kekuatan elastis, yaitu kekuatan yang diperlukan sehingga sebuah otot dapat bergerak
cepat terhadap suatu tahanan. Kombinasi dari kecepatan kontraksi dan kecepatan gerak
kadang-kadang disebut sebagai “power = daya”. Kekuatan ini sangat penting bagi even
eksplosip dalam lari, lompat, dan lempar.
3. Daya tahan kekuatan, yaitu kemampuan otot-otot untuk terus-menerus menggunakan
daya dalam menghadapi meningkatnya kelelahan. Daya tahan kekuatan adalah kombinasi
antara kekuatan dan lamanya gerakan.
b. Dayatahan.
Dayatahan mengacu pada kemampuan melakukan kerja yang ditentukan intensitasnya
dalam waktu tertentu. Faktor utama yang membatasi dan pada waktu yang sama
mengakhiri prestasi adalah kelelahan. Seorang atlet dikatakan memiliki dayatahan apabila
tidak mudah lelah atau dapat terus bergerak dalam keadaan kelelahan. Daya tahan, dari
semua kemampuan biomotor harus dikembangkan lebih dahulu. Tanpa dayatahan adalah
sulit untuk mengadakan pengulangan terhadap tipe atau macam latihan yang lain yang
cukup untuk mengembangkan komponen biomotor lain. Ada dua tipe macam daya tahan,
yaitu; dayatahan aerobik dan dayatahan anaerobik. Dayatahan aerobik yaitu kerja otot
dan gerakan otot yang dilakukan menggunakan oksigen guna melepaskan energi dari
bahan-bahan otot. Dayatahan aerobik harus dikembangkan sebelum dayatahan anaerobik.
Sedangkan dayatahan anaerobik yaitu kerja otot dan gerakan otot dengan menggunakan
energi yang telah tersimpan didalam otot. Dayatahan anaerobik terbagi menjadi dua yaitu
anaerobik laktik dan anaerobik alaktik.
c. kecepatan. Adalah kemampuan untuk barjalan atau bergerak dengan sangat cepat.
Kecepatan berlari sprint yang asli berkenaan dengan kemamapuan alami untuk mencapai
percepatan lari yang sangat tinggi dan untuk menempuh jarak pendek dalam waktu yang
sangat pendek.
d. Kelentukan. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan persendian melalui
jangkauan gerak yang luas. Kelentukan terbatas atau tertahan adalah suatu sebab umum
terjadinya teknik yang kurang baik dan prestasi rendah. Kelentukan jelek juga
menghalangi kecepatan dan dayatahan karena otot-otot harus bekerja lebih keras untuk
mengatasi tahanan menuju kelangkah yang panjang.
e. Koordinasi. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan dengan tingkat kesukaran
dengan tepat dan dengan efesien dan penuh ketepatan. Seorang atlet dengan koordinasi
yang baik tidak hanya mampu melakukan skill dengan baik, tetapi juga dengan tepat dan
dapat menyelesaikan suatu tugas latihan.
Selain faktor-faktor fisik yang telah dijelaskan diatas, dalam penguasaan teknik sprint
terdapat pula faktor lain yang tidak kalah penting pengaruhnya, yaitu faktor psikologis.
Seperti dikatakan Thomson Peter J.L. (1993; 134) psikologi ini adalah sama pentingnya
bagi seorang pelatih guna membantu individu-individu (atlet) mengembangkan
bagaimana mereka memikirkan kecakapan mental mereka, tetapi juga penting untuk
mengembangkan ketangkasan fisik mereka. Ini jelas adalah aspek psikologis dalam
melatih namun juga benar bahwa tak ada bagian dari pelatihan/coaching yang tanpa
aspek psikologis. Adapun faktor-faktor psikologis tersebut diantaranya yaitu;
a. Ketangkasan mental.
Ketangkasan mental ini sangat berguna/penting bagi para pelatih dan atlet. Ketangkasan
mental ini bukan hanya suatu sarana untuk menghindari bencana ataupun pemulihan
kembali dari cedera tetapi ketangkasan mental juga memainkan peranan penting dalam
mengatur/mengorganisir praktek dan latihan secara efektif sehingga segala sesuatu
berjalan dengan benar. Kebanyakan atlet dan pelatih mengakui bahwa perkembangan
fisik ssaja tidak menjamin dapat sukses dalam atletik. Seorang atlet harus memiliki
kerangka pemikiran yang benar. Persiapan psikologis sama pentingnya dengan latihan
kondisioning fissik. Menyiapkan keduanya bersama-sama akan menciptakan prestasi
terbaik. Ketangkasan mental ini memerlukan latihan praktek dengan cara yang sama
seperti pada skill fisik/jasmaniah. Dengan skill/ketangkasan fisik, beberapa individu akan
mengambil/memperoleh ketangkasan mental lebih gampang dibanding dengan orang
lain. Dengan praktek, setiap orang dapat meningkatkan ketangkasan mental mereka.
b. Motivasi.
Motivasi merupakan suatu kecendrungan untuk berperilaku secara selektif kesuatu arah
tertentu, dan perilaku tersebut akan bertahan sampai sasaran perilaku tersebut dapat
dicapai. Pada dasarnya motivassi adalah betapa besarnya keinginan seorang individu
untuk meraih/mencapai suatu sasaran. Setiap individu memiliki tujuan/sasaran yang
berbeda-beda dalam keterlibatannya dalam dunia atletik. Tujuan/sasaran itu misalnya;
mencari kegembiraan, memahirkan skill baru, berlomba dan menang, menambah teman,
serta masih banyak lagi tujuan/sasaran lain yang selalu berbeda pada setiap individunya.
Dikatakan Thomson Peter J.L. (1993: 135) tekanan dari luar dari pelatih dan orang tua
adalah tidak mungkin meningkatkan motivasi pada atlet dalam jangka jauh dan mungkin
kenyataannya berkurang. Motivasi sendiri dan pengisiannya adalah yang membuat suatu
sukses yang sebenarnya bagi atlet, dan bukan ambisi yang dipaksakan oleh orang lain.
Pelatih membantu atlet mengerti apa yang ingin atlet raih, tujuan, dan bagaimana cara
meraihnya.
c. Kontrol emosi.
Kontrol emosi adalah suatu kemamapuan seorang atlet dalam mengendalikan perasaan
dalam menghadapi uatu ituasi tertentu. Menurut Thomson Peter J.L. (1993;136)
kegelisaan berarti berapa banyak seorang individu tergetar atau siap dalam menghadapi
suatu situasi tertentu. Rasa gelisa selalu timbul dalam setiap situasi, meskipun bila
tingkatannya rendah kita tidak dapat memperhatikannya. Banyak rasa gelisa ini
ddigunakan secara tidak benar yang berarti hanya sifat-sifat individu yang menunjukkan
tingkat yang sangat tinggi akan kegelisaan. Gejala-gejala kegelisaan dapat terlihat dalam
dua bentuk yaitu: Khawatir dan getaran fisiologis. Rasa khawatir mengacu kepada pikiran
atau kesan tentang apa yang mungkin terjadi dalam suatu event yang akan datang,
sedangkan getaran fisiologis adalah bagian dari persiapan (alami dalam) badan untuk
suatu perlombaan. Contoh dari getaran fisiologis termasuk meningkatnya denyut jantung,
keluar peluh/keringat dan rasa ingin buang hajat (besar/kecil) pergi kekamar kecil.
Penguasaan teknik sprint adalah sangat penting untuk mencapai prestasi maksimal.
Menurut Djoko P. Irianto (2002), dalam perlombaan teknik memiliki peran antara lain:
(1) Sebagai cara efesien dalam mencapai prestasi, (2) Dapat mencegah atu mengurangi
terjadinya cedera, (3) sebagai modal untuk melakukan taktik, (4) meningkatkan
kepercayaan diri. Sukadiyanto (2005) mengatakan, teknik yang benar dari awal selain
akan menghemat tenaga untuk gerak sehingga mampu bekerja lebih lama dan berhasil
baik juga juga merupakan landasan dasar menuju prestasi yang lebih tinggi. Dengan
teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat proses stagnasi prestasi, sehingga pada
waktu tertentu prestasi akan stagnasi (mentok), padahal semestinya dapat meraih prestasi
yang lebih tinggi.
Menurut Djoko P. Irianto (2002; 80) penguasaan teknik dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain;
a. Kualitas fisik yang relevan
b. Kualitas psikologis atau kematangan bertanding
c. Metode latihan yang tepat
d. Kecerdasan atlet memilih teknik yang tepat dalam situasi tertentu.
Menurut Josef Nossek (1982), terdapat tiga tahapan dalam proses belajar teknik:
a. Pengembangan koordinasi kasar. Bentuk-bentuk gerakan kasar dapat dikarakteristikkan
sebagai penguasaan teknik-teknik kasar dan terbatas yang berkenaan dengan kualitas
gerakan-gerakan yang diperlukan, seperti:
1. Pengaruh kekuatan yang tidak memadai, pemborosan energi, kram otot (koordinasi
otot yang rendah) dengan konsekuensi kelelahan yang cepat.
2. Unsur-unsur gerakan tunggal yang tidak digabungkan dengan lancar, karena kurangnya
koordinasi.
3. Gerakan-gerakan belum cukup tepat.
4. kekurangan keharmonisan dan ritme gerakan-gerakan yang diamati.
b. Pengembangan koordinasi halus. Bentuk gerakan-gerakan halus dicapai melalui
pengulangn-pengulangan lebih lanjut yang mengambangkan kualitas gerakan-gerakan.
Tempo tersebut meningkat sampai pada kecepatan yang kompetitif. Bagian-bagian
gerakan tungggal untuk teknik-teknik yang lebih kompleks dikembangkan secara terpisah
dan dikombinasikan bersama. Aspek-aspek dalam tahap ini bercirikan:
1. Teknik-teknik dilakukan hampir tanpa kesalahan.
2. gerakan-gerakan distabilkan.
3. Gerakan-gerakan lebih berguna dan hemat, tidak ada pemborosan energi.
4. Beberapa gerakan-gerakan tidak benar yang terjadi dalam tahap pertama tidak tampak
lagi.
5. Urutan gerakan-gerakan menjadi lancar dan harmonis.
6. Gerakan-gerakan tersebut tepat.
Namun demikian dalam tahap belajar ini, teknik-teknik tersebut tidak dilakukan secara
otomatis. Atlet tersebut masih harus mengkonsentrasikan pada bagian-bagian yang
berbeda dari gerakan-gerakan dan oleh karena itu penerapan taktis hanya dimungkinkan
sebagian.
c. Tahap stabilisasi dan otomatisasi.
Tahap stabilisasi; pertama-tama hendaknya membawa atlet kedalam posisi dimana ia
dapat menerapakan teknik-teknik dalam situasi kompetitif yang sulit. Atlet tersebut
mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi yang sulit dan berubah-ubah dari
suatu kompetisi. Penguasaan teknik yang sempurna dalam kondisi ini hanya dicapai
melalui praktek dalam banyak kompetisi. Karena tingkat otomatisasi yang tinggi, para
atlet dapat memberikan perhatian pada tugas-tugas taktis dalam kompetisi. Pengaruh dari
kapasitas kondisioning adalah jelas tanpa rintangan dalam penampilan.
Prestasi merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan mental
atau psikis, sehingga aspek tersebut perlu dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu
aspek dengan aspek lain akan menentukan aspek lain. Fisik merupakan pondasi bagi
olahragawan, sebab teknik, taktik dan mental akan dapat dikembangkan dengan baik jika
olahragawan memiliki kualitas fisik yang baik. Jadi teknik dapat dikembangkan dan
dikuasai jika atlet memiliki kualitas fisik yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar