Kamis, 30 Mei 2013

VIDEO SPRINTER RACe


We are sprinter Rawamangun Athletics center. We learn and do the training together.......Join with us and get better health.....

Berlatih bersama Setiap hari Senin- Sabtu di Lapangan Atletik Pemuda Rawamangun......Ayo bergabung untuk kesehatan dan prestasi yang lebih baik.

VIDEO STABILIZATION TRAINING



                                                      LATIHAN STABILISASI

Selasa, 28 Mei 2013

FAKTOR PENDUKUNG SPRINT



Dalam penguasaan teknik sprint terdapat faktor-faktor yang sangat mendukung demi

tecapainya penguasaan teknik yang baik. Menurut Thomson Peter J.L (1993; 68) ada 5

(lima) kemampuan biomotor dasar yang merupakan unsur-unsur kesegaran atau

komponen-komponen fitnes yaitu kekuatan, dayatahan, kecepatan, kelentukan, dan

koordinasi.

a. Kekuatan.

Adalah kemampuan badan dalam menggunakan daya. Kekuatan dapat dirinci menjadi

tiga tipe atau bentuk, yaitu:

1. kekuatan maksimum, yaitu daya atau tenaga terbesar yang dihasilkan oleh otot yang

berkontraksi. Kekuatan maksimum tidak memerlukan betapa cepat suatu gerakan

dilakukan atau berapa lama gerakan itu dapat diteruskan

2. Kekuatan elastis, yaitu kekuatan yang diperlukan sehingga sebuah otot dapat bergerak

cepat terhadap suatu tahanan. Kombinasi dari kecepatan kontraksi dan kecepatan gerak

kadang-kadang disebut sebagai “power = daya”. Kekuatan ini sangat penting bagi even

eksplosip dalam lari, lompat, dan lempar.

3. Daya tahan kekuatan, yaitu kemampuan otot-otot untuk terus-menerus menggunakan

daya dalam menghadapi meningkatnya kelelahan. Daya tahan kekuatan adalah kombinasi

antara kekuatan dan lamanya gerakan.

b. Dayatahan.

Dayatahan mengacu pada kemampuan melakukan kerja yang ditentukan intensitasnya

dalam waktu tertentu. Faktor utama yang membatasi dan pada waktu yang sama

mengakhiri prestasi adalah kelelahan. Seorang atlet dikatakan memiliki dayatahan apabila

tidak mudah lelah atau dapat terus bergerak dalam keadaan kelelahan. Daya tahan, dari

semua kemampuan biomotor harus dikembangkan lebih dahulu. Tanpa dayatahan adalah

sulit untuk mengadakan pengulangan terhadap tipe atau macam latihan yang lain yang

cukup untuk mengembangkan komponen biomotor lain. Ada dua tipe macam daya tahan,

yaitu; dayatahan aerobik dan dayatahan anaerobik. Dayatahan aerobik yaitu kerja otot

dan gerakan otot yang dilakukan menggunakan oksigen guna melepaskan energi dari

bahan-bahan otot. Dayatahan aerobik harus dikembangkan sebelum dayatahan anaerobik.

Sedangkan dayatahan anaerobik yaitu kerja otot dan gerakan otot dengan menggunakan

energi yang telah tersimpan didalam otot. Dayatahan anaerobik terbagi menjadi dua yaitu

anaerobik laktik dan anaerobik alaktik.

c. kecepatan. Adalah kemampuan untuk barjalan atau bergerak dengan sangat cepat.

Kecepatan berlari sprint yang asli berkenaan dengan kemamapuan alami untuk mencapai

percepatan lari yang sangat tinggi dan untuk menempuh jarak pendek dalam waktu yang

sangat pendek.

d. Kelentukan. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan persendian melalui

jangkauan gerak yang luas. Kelentukan terbatas atau tertahan adalah suatu sebab umum

terjadinya teknik yang kurang baik dan prestasi rendah. Kelentukan jelek juga

menghalangi kecepatan dan dayatahan karena otot-otot harus bekerja lebih keras untuk

mengatasi tahanan menuju kelangkah yang panjang.

e. Koordinasi. Yaitu kemampuan untuk melakukan gerakan dengan tingkat kesukaran

dengan tepat dan dengan efesien dan penuh ketepatan. Seorang atlet dengan koordinasi

yang baik tidak hanya mampu melakukan skill dengan baik, tetapi juga dengan tepat dan

dapat menyelesaikan suatu tugas latihan.

Selain faktor-faktor fisik yang telah dijelaskan diatas, dalam penguasaan teknik sprint

terdapat pula faktor lain yang tidak kalah penting pengaruhnya, yaitu faktor psikologis.

Seperti dikatakan Thomson Peter J.L. (1993; 134) psikologi ini adalah sama pentingnya

bagi seorang pelatih guna membantu individu-individu (atlet) mengembangkan

bagaimana mereka memikirkan kecakapan mental mereka, tetapi juga penting untuk

mengembangkan ketangkasan fisik mereka. Ini jelas adalah aspek psikologis dalam

melatih namun juga benar bahwa tak ada bagian dari pelatihan/coaching yang tanpa

aspek psikologis. Adapun faktor-faktor psikologis tersebut diantaranya yaitu;

a. Ketangkasan mental.

Ketangkasan mental ini sangat berguna/penting bagi para pelatih dan atlet. Ketangkasan

mental ini bukan hanya suatu sarana untuk menghindari bencana ataupun pemulihan

kembali dari cedera tetapi ketangkasan mental juga memainkan peranan penting dalam

mengatur/mengorganisir praktek dan latihan secara efektif sehingga segala sesuatu

berjalan dengan benar. Kebanyakan atlet dan pelatih mengakui bahwa perkembangan

fisik ssaja tidak menjamin dapat sukses dalam atletik. Seorang atlet harus memiliki

kerangka pemikiran yang benar. Persiapan psikologis sama pentingnya dengan latihan

kondisioning fissik. Menyiapkan keduanya bersama-sama akan menciptakan prestasi

terbaik. Ketangkasan mental ini memerlukan latihan praktek dengan cara yang sama

seperti pada skill fisik/jasmaniah. Dengan skill/ketangkasan fisik, beberapa individu akan

mengambil/memperoleh ketangkasan mental lebih gampang dibanding dengan orang

lain. Dengan praktek, setiap orang dapat meningkatkan ketangkasan mental mereka.

b. Motivasi.

Motivasi merupakan suatu kecendrungan untuk berperilaku secara selektif kesuatu arah

tertentu, dan perilaku tersebut akan bertahan sampai sasaran perilaku tersebut dapat

dicapai. Pada dasarnya motivassi adalah betapa besarnya keinginan seorang individu

untuk meraih/mencapai suatu sasaran. Setiap individu memiliki tujuan/sasaran yang

berbeda-beda dalam keterlibatannya dalam dunia atletik. Tujuan/sasaran itu misalnya;

mencari kegembiraan, memahirkan skill baru, berlomba dan menang, menambah teman,

serta masih banyak lagi tujuan/sasaran lain yang selalu berbeda pada setiap individunya.

Dikatakan Thomson Peter J.L. (1993: 135) tekanan dari luar dari pelatih dan orang tua

adalah tidak mungkin meningkatkan motivasi pada atlet dalam jangka jauh dan mungkin

kenyataannya berkurang. Motivasi sendiri dan pengisiannya adalah yang membuat suatu

sukses yang sebenarnya bagi atlet, dan bukan ambisi yang dipaksakan oleh orang lain.

Pelatih membantu atlet mengerti apa yang ingin atlet raih, tujuan, dan bagaimana cara

meraihnya.

c. Kontrol emosi.

Kontrol emosi adalah suatu kemamapuan seorang atlet dalam mengendalikan perasaan

dalam menghadapi uatu ituasi tertentu. Menurut Thomson Peter J.L. (1993;136)

kegelisaan berarti berapa banyak seorang individu tergetar atau siap dalam menghadapi

suatu situasi tertentu. Rasa gelisa selalu timbul dalam setiap situasi, meskipun bila

tingkatannya rendah kita tidak dapat memperhatikannya. Banyak rasa gelisa ini

ddigunakan secara tidak benar yang berarti hanya sifat-sifat individu yang menunjukkan

tingkat yang sangat tinggi akan kegelisaan. Gejala-gejala kegelisaan dapat terlihat dalam

dua bentuk yaitu: Khawatir dan getaran fisiologis. Rasa khawatir mengacu kepada pikiran

atau kesan tentang apa yang mungkin terjadi dalam suatu event yang akan datang,

sedangkan getaran fisiologis adalah bagian dari persiapan (alami dalam) badan untuk

suatu perlombaan. Contoh dari getaran fisiologis termasuk meningkatnya denyut jantung,

keluar peluh/keringat dan rasa ingin buang hajat (besar/kecil) pergi kekamar kecil.

Penguasaan teknik sprint adalah sangat penting untuk mencapai prestasi maksimal.

Menurut Djoko P. Irianto (2002), dalam perlombaan teknik memiliki peran antara lain:

(1) Sebagai cara efesien dalam mencapai prestasi, (2) Dapat mencegah atu mengurangi

terjadinya cedera, (3) sebagai modal untuk melakukan taktik, (4) meningkatkan

kepercayaan diri. Sukadiyanto (2005) mengatakan, teknik yang benar dari awal selain

akan menghemat tenaga untuk gerak sehingga mampu bekerja lebih lama dan berhasil

baik juga juga merupakan landasan dasar menuju prestasi yang lebih tinggi. Dengan

teknik dasar yang tidak benar akan mempercepat proses stagnasi prestasi, sehingga pada

waktu tertentu prestasi akan stagnasi (mentok), padahal semestinya dapat meraih prestasi

yang lebih tinggi.

Menurut Djoko P. Irianto (2002; 80) penguasaan teknik dipengaruhi oleh beberapa faktor

antara lain;

a. Kualitas fisik yang relevan

b. Kualitas psikologis atau kematangan bertanding

c. Metode latihan yang tepat

d. Kecerdasan atlet memilih teknik yang tepat dalam situasi tertentu.

Menurut Josef Nossek (1982), terdapat tiga tahapan dalam proses belajar teknik:

a. Pengembangan koordinasi kasar. Bentuk-bentuk gerakan kasar dapat dikarakteristikkan

sebagai penguasaan teknik-teknik kasar dan terbatas yang berkenaan dengan kualitas

gerakan-gerakan yang diperlukan, seperti:

1. Pengaruh kekuatan yang tidak memadai, pemborosan energi, kram otot (koordinasi

otot yang rendah) dengan konsekuensi kelelahan yang cepat.

2. Unsur-unsur gerakan tunggal yang tidak digabungkan dengan lancar, karena kurangnya

koordinasi.

3. Gerakan-gerakan belum cukup tepat.

4. kekurangan keharmonisan dan ritme gerakan-gerakan yang diamati.

b. Pengembangan koordinasi halus. Bentuk gerakan-gerakan halus dicapai melalui

pengulangn-pengulangan lebih lanjut yang mengambangkan kualitas gerakan-gerakan.

Tempo tersebut meningkat sampai pada kecepatan yang kompetitif. Bagian-bagian

gerakan tungggal untuk teknik-teknik yang lebih kompleks dikembangkan secara terpisah

dan dikombinasikan bersama. Aspek-aspek dalam tahap ini bercirikan:

1. Teknik-teknik dilakukan hampir tanpa kesalahan.

2. gerakan-gerakan distabilkan.

3. Gerakan-gerakan lebih berguna dan hemat, tidak ada pemborosan energi.

4. Beberapa gerakan-gerakan tidak benar yang terjadi dalam tahap pertama tidak tampak

lagi.

5. Urutan gerakan-gerakan menjadi lancar dan harmonis.

6. Gerakan-gerakan tersebut tepat.

Namun demikian dalam tahap belajar ini, teknik-teknik tersebut tidak dilakukan secara

otomatis. Atlet tersebut masih harus mengkonsentrasikan pada bagian-bagian yang

berbeda dari gerakan-gerakan dan oleh karena itu penerapan taktis hanya dimungkinkan

sebagian.

c. Tahap stabilisasi dan otomatisasi.

Tahap stabilisasi; pertama-tama hendaknya membawa atlet kedalam posisi dimana ia

dapat menerapakan teknik-teknik dalam situasi kompetitif yang sulit. Atlet tersebut

mampu menyesuaikan diri terhadap kondisi-kondisi yang sulit dan berubah-ubah dari

suatu kompetisi. Penguasaan teknik yang sempurna dalam kondisi ini hanya dicapai

melalui praktek dalam banyak kompetisi. Karena tingkat otomatisasi yang tinggi, para

atlet dapat memberikan perhatian pada tugas-tugas taktis dalam kompetisi. Pengaruh dari

kapasitas kondisioning adalah jelas tanpa rintangan dalam penampilan.



Prestasi merupakan akumulasi dari kualitas fisik, teknik, taktik dan kematangan mental

atau psikis, sehingga aspek tersebut perlu dipersiapkan secara menyeluruh, sebab satu

aspek dengan aspek lain akan menentukan aspek lain. Fisik merupakan pondasi bagi

olahragawan, sebab teknik, taktik dan mental akan dapat dikembangkan dengan baik jika

olahragawan memiliki kualitas fisik yang baik. Jadi teknik dapat dikembangkan dan

dikuasai jika atlet memiliki kualitas fisik yang baik

Senin, 27 Mei 2013

VIDEO METODE PNF



PNF (PROPRIOCEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION)

PNF adalah fasilitasi pada system neuromuskuler dengan merangsang propioseptif. PNF terdiriatas dasar konsep, bahwa kehidupan ini adalah sederetan reaksi atas sederetan rangsangan-rangsangan yang diterimanya. Manusia dengan cara yang demikian akan dapat mencapai bermacam-macam kemampuan motorik. Bila ada gangguan terhadap mekanisme neuromuskuler tersebut berarti seseorang tidak dalam kondisi untuk siap bereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang akan datang sehingga dia tidak mampu untuk bereaksi ke arah yang tepat seperti yang dia kehendaki. Metode ini berusaha memberikan rangsangan-rangsanga yang sesuai dengan reaksi yang dikehendaki, yang pada akhirnya akan dicapai kemampuan atau gerakan yang terkoordinasi.
Arti facilitation adalah membuat lebih mudah/ kemudahan. Sehingga kita dapat memberikan tindakan dengan efisien dengan selalu memperhatikan ketepatan dan fungsi gerakan yang dilakukan pasien. Propioceptive, dengan metode PNF akan semakin diperkuat dan diintensifkan rangsangan-rangsangan
spesifik melalui reseptor sendi (propioseptif). Neuromuscular, juga meningkatkan respons dari system neuromuskuler. Lewat rangsangan-rangsangan tadi kita berusaha untuk mengkaktifkan kembali mekanisme latent dan cadangan- cadangannya dengan tujuan utama untuk meningkatkan kemampuan ADL.

1.    Prinsip Dasar Metode PNF
a.    Ilmu Dasar Tumbuh Kembang Perkembangan motorik berkembang dari kranial ke kaudal dan dari
proksimal ke distal (Gessel). Gerakan terkoordinasi (dewasa) berlangsung dari distal ke proksimal. Gerakan sebelumnya didahului dengan kontrol sikap (stabilisasi), dimana stabilisasi akan menentukan kualitas dari gerakan. Refleks- refleks mendominasi fungsi motorik dewasa dipengaruhi oleh refleks-refleks sikap. Perkembangan motorik dapat distimulasi oleh stress, dan tahanan, rangsangan-rangsangan dengan sensoris, auditif, visual. Menurut Pavlov, stimulasi yang berulang-ulang terhadap refleks-refleks akan menambah patron- patron gerakan atau dengan kata lain, refleks-refleks primitif membuka jalan ke arah sikap dan gerakan –gerakan yang terkoordinasi.
Evolusi perkembangan motorik adalah dari pola gerakan masal ke arah gerakan individual. Perkembangan motorik berjalan sesuai dengan proses kedewasaan (maturatie process) mulai dari rolling, merayap, merangkak, duduk, berdiri, berjalan, naik trap, lari, lompat, jinjit, dan melompat. Metode PNF selalu mempehatikan dan memperhitungkan proses tersebut. Pendekatan PNF mengacu ke refleks-refleks atau sikap-sikap primitif. b.    Prinsip Neurofisiologis
Overflow principle ; motoris impuls dapat diperkuat oleh motoris impuls yang lain dari group otot yang lebih kuat yang dalam waktu bersamaan berkontraksi, dimana otot-otot tersebut mempunyai fungsi yang sama (otot-otot sinergis). Overflow principle ini menimbulkan apa yang disebut iradiasi. Rangsang saraf motoris mempunyai nilai ambang rangsang tertentu (semuanya atau tidak sama sekali). Innervatie reciprocal ; aktifitas refleks kontraksi otot agonis akan membuat relaks antagonisnya. Inductie successive (Sherington) ; agonis akan terfasillitasi ketika antagonisnya berkontraksi atau agonisnya berkontraksi atau agonis akan lebih mudah berkontraksi apabila sebelumnya dilakukan kontraksi pada antagonisnya. Semakin kuat kontraksi antagonis semakinkuatefekfasilitasinya.

Teknik PNF

PNF atau “Proprioceptive Neuromuscular Facilitation” merupakan metode gerakan kompleks. PNF berarti bahwa peningkatan dan fasilitasi neuromuscular dengan sendirinya, sehingga memerlukan blocking yang berlawanan. Dalam proses ini, reaksi mekanisme neuromuscular dimanfaatkan, difasilitasi, dan dipercepat melalui stimulasi reseptor-reseptor. Penggunaan gerakan kompleks berdasarkan pada prinsip-prinsip stimulasi organ neuromuscular dengan bantuan tambahan dari seluruh gerakan. Reseptor-reseptor dalam otot dan sendi merupakan elemen penting dalam stimulasi sistem motorik.



PRINSIP-PRINSIP DASAR TEKNIK PNF
Berikut ini adalah prinsip-prinsip dasar yang dapat meningkatkan reaksi yang diinginkan dan digunakan untuk mencapai fungsi yang optimal.

Teknik Menggenggam
Secara tepat dapat dihitung dan diaplikasikan teknik menggenggam dari terapis untuk menentukan strength (kekuatan) gerakan kompleks yang dihasilkan.

Stimulasi verbal dan visual
Secara sederhana, instruksi yang jelas dapat mengurangi kerja terapis. Pasien harus melihat dan berpartisipasi melakukan gerakan yang dicontohkan terapis.


Kompresi dan Traksi

Kompresi menyebabkan permukaan sendi saling merapat, traksi dapat menggerakkan permukaan sendi saling menjauhi. Reseptor-reseptor akan terangsang. Traksi dapat memfasilitasi gerakan pada sistem otot ; kompresi dapat meningkatkan stabilitas.

Tahanan maksimal
Hukum “all or nothing” dalam kontraksi otot terlibat dalam teknik ini. Tahanan isometrik dan/atau isotonik dapat digunakan dalam teknik ini. Tahanan yang maksimal ditentukan oleh strength (kekuatan) otot dari setiap pasien.

Rangkaian Aksi Otot yang tepat
Ketika otot berkontraksi dalam suatu rangkaian yang tepat, maka group otot yang tegang akan mengatasi tuntutan yang terjadi dengan optimal efektifitas. Waktu yang tepat dapat berperan penting baik pada gerakan kompleks maupun pada olahraga.
Ada 3 komponen gerakan yang mengambil bagian dari setiap pola gerak spiral dan diagonal :
   Fleksi atau ekstensi
  Adduksi atau abduksi
  Eksternal atau internal rotasi
Eksternal rotasi digunakan dalam kombinasi dengan supinasi, dan internal rotasi digunakan kombinasi dengan pronasi. Variasi teknik gerakan kompleks dapat memperbaiki implementasi dan efektifitas sistem muskuloskeletal. Urutan gerakan pada olahraga spesifik dapat dikombinasikan dengan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak memukul pada handball atau menembak bola pada sepakbola.


Tahanan langsung

Hal ini melibatkan tahanan optimal untuk seluruh durasi gerakan; tahanan ini bergantung pada gerakan alamiah yang beragam.

Kontraksi yang berulang
Kontraksi statik dan dinamik terlibat secara bergantian. Strength (kekuatan) otot diperbaiki, khususnya pada area genggaman tahanan, ROM, dan endurance (daya tahan).

Teknik yang Digunakan Dalam PNF

a. Rhythmical Initiation
Teknik yang dipakai untuk agonis yang menggunakan gerakan-gerakan pasif, aktif, dan dengan tahanan.

Caranya ;
• terapis melakukan gerakan pasif, kemudian pasien melakukan gerakan aktif seperti gerakan pasif yang dilakukan terapis, gerakan selanjutnya diberikan tahanan, baik agonis maupun antagonis patron dapat dilakukan dalam waktu yang tidak sama
Indikasi ;
• problem permulaan gerak yang sakit karena rigiditas, spasme yang berat atau ataxia, ritme gerak yang lambat, dan keterbatasan mobilisasi.


b. Repeated Contraction

Suatu teknik dimana gerakan isotonic untuk otot-otot agonis, yang setelah sebagian gerakan dilakukan restretch kontraksi diperkuat.

Caranya ;
• Pasien bergerak pada arah diagonal, pada waktu gerakan dimana kekuatan mulai turun, terapis membeikan restretch, pasien memberikan reaksi terhadap restretch dengan mempertinggi kontraksi, terapis memberikan tahanan pada reaksi kontraksi yang meninggi., kontraksi otot tidak pernah berhenti, dalam satu gerakan diagonal restretch diberikan maksimal empat kali.

Skema repeated contraction (by. Yulianto Wahyono, Dipl. PT)
c. Stretch reflex
Bentuk gerakan yang mempunyai efek fasilitasi terhadap otot-otot yang terulur.

Caranya ;
• Panjangkan posisi badan (ini hanya dapat dicapai dalam bentuk patron), tarik pelan-pela kemudian tarik dengan cepat (tiga arah gerak) dan bangunkan stretch reflex, kemudian langsung berikan tahanan setelah terjadi stretch reflex, gerakan selanjutnya diteruskan dengan tahanan yang optimal, berdasarkan aba-aba pada waktu yang tepat.

d. Combination of isotonics
Konbinasi kontraksi dari gerak isotonic antara konsentris dan eksentris dari agonis patron (tanpa kontraksi berhenti) dengan pelan-pelan.

e. Timing for Emphasis
bentuk gerakan dimana bagian yang lemah dari gerakan mendapat ekstra stimulasi bagian yang lebih kuat.
Caranya ; pada suatu patron gerak, bagian yang kuat ditahan dan bagian yang lemah dibirkan bergerak.

f. Hold relax
Suatu teknik dimana kontraksi isometris mempengaruhi otot antagonis yang mengalami pemendekan, yang akan diikuti dengan hilang atau kurangnya ketegangan dari otot-otot tersebut.
Caranya ;
  • Gerakan dalam patron pasif atau aktif dari group agonis sampai pada batas gerak atau sampai timbul rasa sakit,
  • Terapis memberikan penambahan tahanan pelan-pelan pada antagonis patron, pasien harus menahan tanpa membuat gerakan. Aba-aba =” tahan di sini !”
  • Relaks sejenak pada patron antagonis, tunggu sampai timbul relaksasi pada group agonis, gerak pasif atau aktif pada agonis patron, ulangi prosedur diatas, penambahan gerak patron agonis, berarti menambah LGS.

g. Contract relax
Suatu teknik dimana kontraksi isotonic secara optimal pada otot-otot antagonis yang mengalami pemendekan.
Caranya ;
  • Gerakan pasif atau aktif pada patron gerak agonis sampai batas gerak.
  • Pasien diminta mengkontraksikan secara isotonic dari otot-otot antagonis yang mengalami pemendekan. Aba-aba =”tarik !” atau “dorong !”
  • Tambah lingkut gerak sendi pada tiga arah gerakan, tetap diam dekat posisi batas dari gerakan, pasien diminta untuk relaks pada antagonis patron sampai betul-betul timbul relaksasi tersebut, gerak patron agonis secara pasif atau aktif, ulangi prosedur diatas, dengan perbesar gerak patron agonis dengan menambah LGS.


h. Slow Reversal

Teknik dimana kontraksi isotonic dilakukan bergantian antara agonis dan antagonis tanpa terjadi pengendoran otot.Caranya ;
  • Gerakan dimulai dari yang mempunyai gerak patron yang kuat
  • Gerakan berganti ke arah patron gerak yang lemah tanpa pengendoran otot
  • Sewaktu berganti ke arah patron gerakan yang kuat tahanan atau luas gerak sendi ditambah.
  • Teknik ini berhenti pada patron gerak yang lebih lemah
  • Aba-aba di sini sangat penting untuk memperjelas ke arah mana pasien harus gbergerak. Aba-aba “dan … tarik !” atau “dan dorong !”
  • Teknik ini dapat dilakukan dengan cepat.
  • Tidak semua teknik PNF dapat diterapkan pada penderita stroke. Teknik-teknik yang dapat digunakan adalah ; rhythmical initiation, timing for emphasis, contract relaz dan slow reversal.


Sabtu, 25 Mei 2013

KECEMASAN

  Mengapa Harus Cemas?????

Kecemasan adalah peristiwa yang umum dihadapi oleh siapa saja saat akan menghadapi sesuatu yang penting. Termasuk juga para atlet. Munculnya rasa cemas, biasanya di dahului oleh gambaran mental atas peristiwa-peristiwa yang akan dihadapi. Dengan kata lain, ada proses pembayangan yang dilakukan oleh seorang atlet yang mendahului munculnya rasa cemas. Dari gambaran tersebut kemudian menyatu dengan persepsi-persepsi, gambaran-gambaran, harapan-harapan atas diri sendiri.

Sebelum menghadapi sebuah pertandingan, ada yang umum terjadi dalam diri atlet. Kondisi psikologis atlet biasanya menjadi lebih tinggi. Hal ini terpicu oleh situasi dan keadaan yang akan di hadapi. Ditambah dengan embel-embel sebuah pertandingan penting yang menentukan. Dari kondisi tersebut muncul reaksi-reaksi fisiologis dalam tubuh seorang atlet. Keringat mengucur deras, tangan dan kaki basah oleh keringat, nafas terengah-engah, gemetar, kepala pusing, mual hingga muntah-muntah. Itu semua adalah respon fisik atas kondisi mental yang meningkat. Secara umum, atlet tersebut merasa cemas.

Secara sederhana kecemasan atau dalam bahasa psikologi biasa disebut dengan anxiety di definisikan sebagai aktivasi dan peningkatan kondisi emosi (Bird, 1986). Peningkatan dan aktivasi ini didahului oleh sebuah kekhawatiran dan kegelisahan atas apa yang akan terjadi. Dalam konteks pertandingan, tentu saja berkaitan dengan lawan dan harapan-harapan baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.


Cemas vs Arousal

Ada dua jenis peningkatan dan aktivasi kondisi psikologis ini. Selain anxiety, ada juga yang disebut dengan arousal. Keduanya merupakan hasil dari peningkatan kondisi mental seseorang. Bedanya berada pada tingkatan aktivasi dan jenis emosi yang muncul. Arousal bersifat lebih positif, artinya arousal memberi energi pada seseorang untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Arousal memberi tambahan tenaga yang mendasari sebuah perilaku. Keinginan untuk menang, menjatuhkan lawan dengan segera (dalam olahraga beladiri dan tinju), tampil lebih trengginas dan sebagainya adalah hasil yang muncul dari arousal ini.

Sedangkan cemas adalah kombinasi antara intensitas perilaku dan arah dari emosi yang lebih bersifat negatif (Bird, 1986). Perilaku yang sering muncul seiring dengan munculnya rasa cemas ini adalah ketakutan akan kalah, kekhawatiran atas performa diri dan prestasi lawan dan sebagainya. Dalam bahasa lain, para ahli sering mengganti istilah anxiety menjadi stress. Secara umum, kedua istilah ini digunakan secara bergantian dengan merujuk pada definisi yang sama. Kecemasan adalah hasil keraguan atas kemampuan untuk menangani situasi yang menyebabkan stress (Hardy, 1996 dalam Humara).

Pahlevi (1991), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu kecenderungan untuk mempersepsikan situasi sebagai ancaman dan akan mempengaruhi tingkah laku. Handoyo (1980), mendefinisikan kecemasan sebagai suatu keadaan emosional yang dialami olah seseorang, dimana ia merasa tegang tanpa sebab. Hal yang nyata dan keadaan ini memberikan pengaruh yang tidak menyenangkan serta mengakibatkan perubahan-perubahan pada tubuhnya baik secara somatis maupun psikologis.

Teori awal yang menjelaskan tentang anxiety ini adalah Hipotesis U-terbaik. Dalam teori ini anxiety dikatakan memberi pengaruh yang besar terhadap penampilan. Semakin tinggi tingkat kecemasan, maka penampilan akan semakin optimal. Namun, jika berubah menjadi terlalu tinggi, maka penampilan akan semakin turun (seperti huruf U yang dibalik).

Anxiety sendiri dibagi menjadi beberapa jenis. Yang pertama adalah state anxiety atau biasa disebut sebagai A-state. A-state ini adalah kondisi cemas berdasarkan situasi dan peristiwa yang dihadapi. Artinya situasi dan kondisi lingkunganlah yang menyebabkan tinggi rendahnya kecemasan yang dihadapi. Sebagai contoh, seorang atlet akan merasa sangat tegang dalam sebuah perebutan gelar juara dunia. Sebaliknya, tidak begitu tegang saat menjalani pertandingan dalam kejuaraan nasional.

Yang kedua adalah trait anxiety atau biasa disebut dengan A-trait. Trait anxiety adalah level kecemasan yang secara alamiah dibawa oleh seseorang. Dalam A-trait ini tingkat kecemasan akan berbeda-beda dalam setiap individu berdasarkan kondisi kepribadian dasar yang dimilikinya. Sebagai contoh, pemain A akan merasa lebih rileks dalam menghadapi pertandingan di Pekan Olahraga Nasional, tapi untuk atlet lain dia justru merasa sangat tertekan dan sangat cemas meskipun bertanding dalam even yang sama. Hal ini disebabkan oleh persepsi dasar seorang individu dalam memandang sumber kecemasan.

Dan yang ketiga adalah Competitive anxiety. Competitive anxiety ini adalah kecemasan yang berhubungan dengan situasi kompetisi atau sebuah pertandingan. Competitive anxiety ini sendiri dibagi menjadi competitive trait anxiety dan competitive state anxiety.

Anxiety dan Penampilan

Secara sederhana, anxiety memberi pengaruh yang cukup besar terhadap penampilan seorang atlet. Menurut teori hipotesis U-terbalik maka penampilan seorang atlet akan semakin bagus saat tingkat kecemasan mulai meningkat. Namun, saat tingkat kecemasan mulai naik dan terus naik, kecenderungan penampilan akan menurun.

Namun, tingkat kecemasan dan stress antara satu orang dengan orang lain berbeda. Ada beberapa hal yang membedakan tingkat kecemasan atlet. Yang pertama adalah pengalaman. Atlet yang lebih berpengalaman terbukti memiliki level kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang baru saja masih amatir. Yang kedua adalah situasi dan kondisi kompetisi. Kompetisi yang bersifat lebih tinggi tingkatnya cenderung menyebabkan meningkatnya tingkat kecemasan bagi seseorang. Sebagai contoh level kejuaraan dunia ternyata lebih stressful dibanding dengan kejurnas. Selain level kompetisi, fase kompetisi itu sendiri juga memberi pengaruh yang cukup besar. Dalam kompetisi sepakbola yang berformat liga, situasi yang cenderung membuat cemas adalah saat-saat kompetisi mendekati akhir dengan nilai yang tidak terpaut jauh sehingga masih ada kemungkinan mengejar atau dikejar.

Level kecemasan juga dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri seorang pemain. Pemain yang secara alamiah mempunyai tingkat kepercayaan diri tinggi memiliki tingkat kecemasan yang lebih rendah dibandingkan dengan atlet yang rasa percaya dirinya rendah.

Jenis olahraga juga memberi sumbangan terhadap tingkat kecemasan. Olahraga yang bersifat individual menciptakan tekanan yang lebih besar dibandingkan dengan cabang olahraga tim (Humara, 1999). Hal ini wajar karena perasaan mempunyai teman akan membuat lebih tenang dan focus tidak terpusat pada dirinya.

Hal terakhir yang mempengaruhi tingkat kecemasan adalah jenis kelamin. Menurut beberapa penelitian, atlet perempuan lebih cenderung mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan atlet laki-laki (Thuot, Kavouras, & Kenefick., 1998 dalam humara).

Metode Penanganan

Pengaruh terbesar kecemasan terhadap performance ada pada gerak motorik seorang atlet. Dengan tingkat kecemasan yang melebihi ambang batas, respon-respon tubuh yang muncul relative merugikan untuk sebuah penampilan. Tubuh yang gemetar membuat gerakan-gerakan menjadi terbatas, belum lagi dengan kekakuan otot yang mengiringi atlet yang cemas. Hasilnya, penampilan tidak akan maksimal. Kesalahan-kesalahan passing, atau gerakan yang tidak terkontrol akan muncul tanpa sadar.

Untuk itu, atlet perlu disiapkan untuk menangani kecemasannya dengan baik. Pelatih merupakan ujung tombak agar atletnya tidak mudah stress dan cemas. Program latihan harus diatur sedemikian rupa sehingga membiasakan para pemain berada dalam tekanan. Tentu saja bukan tekanan dari pelatih, tapi oleh situasi-situasi pertandingan tersebut.

Dalam teori kepelatihan sepakbola modern, pola-pola latihan yang melibatkan tekanan mulai diperkenalkan. Van Lingen (1989) menyatakan bahwa unsur tekanan akan membiasakan para pemain berada dalam situasi pertandingan sesungguhnya. Contoh mudah adalah dengan menghadirkan “lawan” dalam setiap sesi latihan. Latihan passing tidak dianjurkan lagi hanya dengan dua orang yang berhadap-hadapan tanpa kehadiran musuh disana. Begitu pula latihan shooting, driblling dan sebagainya.

Pola latihan yang tepat akan membuat para pemain terbiasa dengan tekanan. Hasilnya akan terlihat pada kompetisi. Pemain tidak lagi canggung untuk menghadapi musuh, karena memang sudah relative terbiasa.

Selain itu, kompetisi berjasa untuk mengasah keterampilan emosional pemain. Dengan digelarnya kompetisi rutin, maka para pemain akan lebih sering bertemu dengan “lawan” sebenarnya. Jika sejak dini seorang atlet sudah sering dihadapkan untuk mengatasi tekanan lawan, maka kemampuan untuk mengalahkan imajinasi tentang lawannya akan semakin mudah. Menurut FIFA, seorang pemain usia dini seharusnya menghadapi minimal 30 pertandingan resmi dalam setahun. Salah satu tujuannya tentu saja untuk membiasakan para pemain.

Selain cara-cara yang berkaitan dengan proses latihan, perlu juga diberikan penanganan-penanganan yang bersifat pribadi. Ini adalah tugas dari seorang konsultan psikologi atau psikologi olahraga untuk membuat sebuah bentuk penanganan untuk mengurangi tingkat kecemasan atlet dan untuk menyiapkan mental atlet dalam menghadapi pertandingan penting. Salah satunya adalah dengan imagery training.

Para atlet diajak untuk berlatih “membayangkan” situasi-situasi yang akan dihadapi di lapangan. Tujuannya adalah memberi gambaran awal tentang situasi dan kondisi yang akan dihadapi. Banyak penelitian telah membuktikan efektifitas imagery traingin ini dalam mengurangi kecemasan pemain (Yukelson, 2007)s.

Secara individual, para atlet juga harus membekali dirinya dengan keterampilan mental untuk mengurangi kecemasan yang timbul. Keterampilan-keterampilan tersebut berkaitan dengan keyakinan-keyakinan pribadi. Salah satu contohnya adalah dengan self talk. Dengan self talk, para atlet diajak untuk mengurai kemampuannya sendiri dengan lebih objektif beserta solusi-solusi atas kekurangan-kekurangannya.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para atlet dalam rangka mengurangi kecemasan yang ditimbulkan oleh tekanan pertandingan, yakni:

· Membuat perpektif yang benar; bertanding dalam sebuah cabang olahraga bukanlah masalah hidup atau mati. Dengan demikian, beban akan lebih ringan. Bukan berarti hal ini menganggap remeh sebuah pertandingan, namun sekedar meletakkan permasalahan dengan lebih objektif.

· Jangan takut untuk membuat kesalahan. Perasaan takut membuat kesalahan memberi kontribusi yang cukup besar munculnya kecemasan. Dengan menganggap bahwa tidak semua orang bisa sukses setiap waktu bisa meringankan beban. Bahkan seorang Zinedine Zidane pun melakukan kesalahan yang fatal.

· Mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya. Dengan berlatih keras dan dengan metode yang benar, maka semua halangan bisa dengan mudah dikalahkan.

· Berkonsentrasi tinggi. Selama pertandingan berlangsung, hilangkan persoalan-persoalan yang tidak berkaitan. Dengan berkonsentrasi pada apa yang sedang dihadapi, maka seorang pemain atau atlet akan lebih bisa berfikir rasional. Pikirkan juga apa yang sedang dilakukan, bukan semata pada hasil akhir.

Dengan pendekatan yang benar, maka kecemasan tidak akan menghalangi penampilan seorang atlet. Sebaliknya, dengan kecemasan yang relatif tinggi, sebenarnya atlet tersebut sedang bersemangat. Tinggal peran atlet, pelatih dan psikologi yang ditunggu untuk menciptakan pemain-pemain yang tidak mudah stress dan bisa dengan maksimal menggunakan skillnya untuk menciptakan prestasi.

GLUKOSA DAN OLAHRAGA

                                            PENGARUH PEMBERIAN GLUKOSA 










Latihan fisik akan menyebabkan perubahan-perubahan pada faal tubuh manusia, baik bersifat sementara/sewaktu-sewaktu (respons) maupun yang bersifat menetap (adaption). Latihan fisik dengan intensitas tinggi (antara sub maksimal hingga maksimal) akan menyebabkan otot berkontraksi secara anaerobic. Kontraksi otot secara anaerobic membutuhkan penyediaan energi (ATP) melalui proses glikolisis anaerobic atau system asam laktat (lactid acid system). Glikolissi anaerobuik akan mengasiljkan poduk akhir berupa asam laktat. Jadi, latihan dengan intensitas sub maksimal hingga intensitas maksimal akan menyebabkan akumulasi asam laktat dalam otot dan darah (Fox, 1993).

Latihan yang dilakukan dalam waktu yang cukup lama membutuhkan penyedian energi yang cukup banyak. Kebutuhan energi dapat dipenuhi melalui sumber energi utama, yaitu: karbohidrat dan lemak (Marsetyo, 1991). Namun demikian, Karbohidrat adalah sumber energi utama yanmg dapat digunakan untuk aktivitas olahraga secara intensif dan efektif. Karbohidrat mampu menyediakan energi terbanyak per unit waktu (Jansen, 1989)

Dari keterangan-keterangan yang diuraikan di atas dapat diambil beberapa penjelasan tentang keterkaitan suplai karbohidrat sebelum latihan, kadar asam laktat darah dan kapasitas keraj maksimal (KKM) sebagai berikut :

a. Supali karbohiodrat sebelum latihan meningkatkan kerja secara maksimal

b. Latihan anaerobic dengan kinerja secara maksimal menyebabkan peningkatan kadar asam laktat secara maksimal (KKM)

c. Latihan anaerobic dengan kinerja secara maksimal yang diterapkan dalam suatu program latihan akan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap akumulasi asam laktat.

d. Dengan demikian, suplai makanan karbohidrat yang diterapkan dalam suatu program latihan anaerobic dapat menurunkan kadar asam laktat darah dan meningkatkan kapasitas kerja maksimal (KKM)

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 2,5% dan 10% pada program latihan fisik anaerobic terhadap kadar asam laktat dan kapasitas kerja maksimal. Tujuan khusus adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 2,5% sebelum latihan dengan program latihan anaerobic terhadap penurunan kadar asam laktat darah.
2. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 10% sebelum latihan dengan program latihan anaerobic terhadap penurunan kadar asam laktat darah
3. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 10% sebelum latihan dengan program latihan anaerobic lebih menurunkan kadar asam laktat darah dibandingkan pemberian larutan glukosa 2,5%
4. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 2,5% sebelum latihan dengan program latihan anaerobic terhadap peningkatan kapasitas kerja maksimal
5. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 10% sebelum latihan dengan program latihan anaerobic terhadap peningkatan kapasitas kerja masimal
6. Untuk mengetahui pengaruh pemberian larutan glukosa 10% sebelum latihan dengan program latihan anaerobic lebih menigkatkan kapasitas kerja maksimal dibandingkan pemberian larutan glukosa 2,5%
Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan disebut zat tenaga. Karbohiodrat biasa dikonsumsi banyak terdapat pada jaringan tumbuh-tumbuhan, terutama pada bahan makanan yang banyak mengandung zat tepung (polisakarida), seperti: roti, beras, kentang, padi-padian dan umbi-umbian.karbohidrat juga dapat diperoleh sebagai bahan makanan banyak ditemukan dalam bentuk disakarida,seperti;susu,gula,laktosa,gula biasa ,dan sukrosa(McGilvery,1996).karbohidrat pada bahan makanan banyak ditemukan dalam bentuk polisakarida(amilum)dan sebagian kecil dalam bentuk glikogen,sakarida,sukrosa dan laktosa.karbohidrat yang masuk kedalam tubuh akan menjadi monosakarida,yaitu :glukosa,fruktosa atau galaktosa.

Hasil akhir dari proses pencernaan terhadap karbohidrat dalam monosakarida, yaitu: glukosa, fruktosa dan galaktosa.karbohidart dalam bentuk monosakarida tersebut siap diserap oleh darah untuk diedarkan keseluruh tubuh atau disimpan dalam hati sebagai glikogen. Bahan makanan yang tidak diserap oleh sel usus halus diteruskan keusus besar untuk dibuang.

Glukosa

Glukosa adalah sumber energi utama bagi sel tubuh. Glukosa merupakan satu-astunya gula yang terdapat di dalam darah dan merupakan bahan bakar yang ideal bagi sebagian besar jaringan (Guyton & Hall, 1996). Kent (1994) mendefenisikan bahwa glukosa merupakan monosakarida yang berasal dari karbohidrat dan sangat dibutuhkan oleh tubuh. Karbohidrat adlah bahan bakar utama untuk pruduksi metabolit adenosine tree pospat (ATP). Karbohidrta yang digunakan untuk mengasilkan ATP ada dua macam, yaitu: glukosa darah dan glikogen otot (Fox, 1993)

Glukosa yang berada dalam mukosa usus akan berdifusi ke dalam ruang sel dan menuju kedalam kapiler darah. Glukosa secra normal difosforilasi untuk membentuk glukosa -6-fospat pada saat masuk kedalam sel, dan selanjutnya dipolimerisasi menjdi glikogen. Glikogen yang terbentuk merupakan simpanan glukosa yang terdapat hamper di seluruh sel di seluruh jaringan tubuh. Namun, simpanan glikogen yang terbesar terdapat sel hati dan sel-sel otot rangka (Guyton & Hall, 1996; Ganong, 1995).
Glukagon plasma meningkat linier selam latihan ringan pada beberapa spesies non-manusia, sedangkan peningkatan glukagon pada manusia terjadi sekitar I jam selam latihan yang diperpanjang (latihan yang cukup lama dan terus menerus). Peningkatan glukagon terutama diatur oleh kadar glukosa plasma. Penurunan glukosa plasma meru[pakan stimulator potensial pelepasan glukagon . meskipun terjadi hambatan pelepasan insulin adrenergic, namun mekanisme adrenergic hanya berperan kecil untuk merespon glukagon. Glukagon memilki peranan penting untuk regulasi glukogenolisis hepatic(pemecahan glikogen menjadi glukosa di dalam sel hati). Glukoneogenesis baisanya terjadi pada fase akhir la

Jumat, 24 Mei 2013

VIDEO LATIHAN PENGENCANGAN PAHA ( THIGH AND HIPS)

 
Latihan ini bertujuan untuk mengencangkan otot - otot kecil yang ada di bagian pinggul dan paha, latihan ini dapat di lakukan oleh siapa saja baik kalangan umum, maupun atlet..
LETS TRY IT


Rabu, 22 Mei 2013

MANFAAT STRECHING

 

1. Meningkatkan Range Gerakan
Sebagai salah satu terus-menerus melakukan latihan peregangan, panjang otot dan tendon juga meningkat. Ini akan membantu dalam meningkatkan jangkauan gerakan Anda. Dengan demikian, tungkai dan sendi akan mampu bergerak, jauh sebelum cedera yang dapat terjadi. Anda pasti sehat secara fisik.

2. Peningkatan Kemampuan Keterampilan Tampil
Bila Anda memiliki berbagai gerakan, semakin Anda akan dapat melakukan lebih banyak hal. Sebagai contoh, Anda bisa melompat tinggi tanpa merasa sakit ketika Anda mendarat kembali di lantai. Ini juga akan membantu Anda memulai olahraga baru atau memperbaiki lebih jika Anda berada dalam satu. Peregangan dalam aspek ini juga memungkinkan Anda untuk memiliki gaya hidup yang lebih aktif.

3. Pencegahan Cidera
Satu dapat mencegah cedera pada sendi, tendon dan otot dengan peregangan. Ketika otot dan tendon tertekuk dengan baik, mereka dianggap dalam urutan kerja yang baik. Ini akan membantu dalam pemulihan lebih cepat dan penurunan rasa sakit. Otot-otot tubuh akan mampu mengambil lebih melelahkan dan gerakan ketat dengan probabilitas kurang terluka.

4. Mengurangi Ketegangan otot
Jika otot diberikan reguler mereka latihan dan peregangan, sangat kecil kemungkinannya bahwa mereka akan kontrak. Ini akan membebaskan Anda dari segala sakit otot atau masalah.

5. Meningkatkan Energi
Mampu bergerak lebih banyak juga akan memberi Anda lebih banyak energi. Peregangan juga akan membantu meningkatkan kesadaran Anda, seperti mengetahui bahwa Anda memiliki tubuh yang mampu melakukan banyak hal. Dengan demikian, Anda akan lebih terdorong untuk bergerak daripada merajuk di sudut.

6. Mengurangi Kolesterol
Penelitian juga menunjukkan bahwa melakukan latihan peregangan yang berkepanjangan, seperti yoga, akan membantu mengurangi kolesterol dalam tubuh. Ini tentu saja harus dilakukan dengan pola makan yang sehat di tangan. Ini dapat mencegah dan bahkan membalikkan pengerasan pembuluh darah, yang memungkinkan Anda untuk menghindari penyakit jantung.

Menggabungkan peregangan dalam gaya hidup sehari-hari Anda. Memiliki keuntungan Anda tidak bisa mengatakan tidak ". Ini juga tidak membutuhkan banyak. Ini bisa menjadi kegiatan biasa, membungkuk dan meregangkan setiap sekarang dan kemudian. Setelah semua, kebugaran Anda adalah segalanya sehingga melakukan apa yang diperlukan untuk menjaga tubuh sehat.

TEKNIK SPRINT 100 M

TEKNIK LARI SPRINT 100m


Atletik adalah aktifitas jasmani yang kompetitif atau dapat diadu berdasarkan gerak dasar

manusia, yaitu seperti berjalan, berlari, melempar, dan melompat. Atletik seperti yang

kita ketahui sekarang, dimulai sejak diadakan olympiade modern yang pertama kali

diselenggarakan di kota Athena pada tahun 1896 dan sampai terbentuknya badan dunia

federasi athletik amatir internasional tahun 1912. Atletik pertama kali diperkenalkan di

Indonesia dengan sebutan Netherlands Indische Athletick Unie (NIBU) tanggal 12 Juli

1917 dan dalam perkembangannya terbentuk suatu organisasi yang bergerak dibidang

atletik dengan nama Persatuan

Sprint atau lari cepat merupakan salah satu nomor lomba dalam cabang olahraga atletik.

Sprint atau lari cepat merupakan semua perlombaan lari dimana peserta berlari dengan

kecepatan maksimal sepanjang jarak yang ditempuh. Sampai dengan jarak 400 meter

masih digolongkan dalam lari cepat atau print. Menurut Arma abdoellah (1981; 50) pada

dasarnya gerakan lari itu untuk semua jenis sama. Namun dengan demikian dengan

adanya perbedaan jarak tempuh, maka sekalipun sangat kecil terdapat pula beberapa

perbedaan dalam pelaksanaannya. Sedangkan yang dimaksud dengan perbedaan atau

pembagian jarak dalam nomor lari adalah lari jarak pendek (100 – 400 meter), lari

menengah (800 – 1500 meter), lari jauh (5000 meter atau lebih). Lari jarak pendek atau

sprint adalah semua jenis lari yang sejak start ampai finish dilakukan dengan kecepatan

maksimal. Beberapa faktor yang mutlak menentukan baik buruknya dalam sprint ada tiga

hal yaitu start, gerakan sprint, dan finish.

Penguasaan teknik merupakan kemampuan untuk memahami atau mengetahui suatu

rangkaian spesifik gerakan atau bagian pergerakan olahraga dalam memecahkan tugas

olahraga dan dapat menggunakan pengetahuan yang dimiliki tersebut. Penguasaan teknik

sprint diartikan sebagai kemampuan atlet dalam mengetahui atau memahami teknik lari

sprint dan dapat menggunakan teknik lari sprint dengan baik.

Penguasaan teknik dipengaruhi beberapa dua faktor, yaitu:

a. Pengetahuan

Menurut Jujun S. Suriasumantri (1993: 103) pengetahuan pada hakekatnya adalah

merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek termasuk kedalamnya

ilmu. Sedangkan menurut Sidi Gazalba dalam Amsal Bakhtiar (2006; 85) pengetahuan

adalah apa yang kita ketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah

hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik

atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan proses dari usaha manusia

untuk tahu.

b. Aplikasi atau penerapan

Aplikasi teknik merupakan penerapan penggunaan teknik lari sprint yang dilakukan oleh

atlet didalam perlombaan. Didalam suatu perlombaan atlet akan berusaha untuk

mengeluarkan semua kemampuan yang dimiliki untuk mencapai penampilan terbaik dan

prestasi maksimal. Setiap atlet memiliki kemampuan yang berbeda dan cara yang berbeda

pula dalam menerapkan atau mengaplikasikan teknik sprint dalam perlombaan. Seperti

yang dikatakan IAAF (1993; 115) kemampuan untuk melakukan suatu teknik yang

sempurna adalah tidak sama sebagai seorang pelaku yang penuh ketangkasan. Atlet yang

tangkas memiliki teknik yang baik dan konsisten dan juga tahu kapan dan bagaimana

menggunakan teknik guna menghasilkan prestasi yang baik.

2. Sprint

a. Pengertian sprint

Lari cepat atau sprint adalah semua perlombaan lari dimana peserta berlari dengan

kecepatan maksimal sepanjang jarak yang harus ditempuh, sampai dengan jarak 400

meter masih dapat digolongkan dalam lari cepat. Menurut Muhajir (2004) sprint atau lari

cepat yaitu, perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan penuh yang

menempuh jarak 100 m, 200 m, dan 400 m.

Nomor lomba atau event lari sprint menjangkau jarak dari 50 meter, yang bagi atlet

senior hanya dilombakan indoor saja, sampai dengan dan termasuk jarak 400 meter.

Kepentingan relatif dari tuntutan yang diletakkan pada seorang sprinter adalah beragam

sesuai dengan event-nya, namun kebutuhan dari semua lari-sprint yang paling nyata

adalah ‘kecepatan’. Kecepatan dalam lari sprint adalah hasil dari kontraksi yang kuat dan

cepat dari otot-otot yang dirubah menjadi gerakan yang halus, lancar-efisien dibutuhkan

bagi berlari dengan kecepatan tinggi.

Kelangsungan gerak lari cepat atau sprint dapat dibagi menjadi tiga, yaitu; (A) Start, (B)

gerakan lari cepat, (C) Gerakan finish.

b. Pengertian teknik

Teknik merupakan blok-blok bengunan dasar dari tingginya prestasi. Teknik adalah cara

yang paling efesien dan sederhana dalam memecahkan kewajiban fisik atau masalah yang

dihadapi dan dibenarkan dalam lingkup peraturan (lomba) olahraga (Thomson Peter J.L,

1993; 115). Menurut suharno (1983) yang dikutip Djoko Pekik Irianto (2002; 80) teknik

adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek dengan sebaik mungkinuntuk menyelesaikan tugas yang perlu dalam cabang olahraga. Teknik merupakan cara

paling efesien dan sederhana untuk memecahkan kewajiban fisik atau masalah yang

dihadapi dalam pertandingan yang dibenarkan oleh peraturan.

c. Teknik lari sprint

Teknik adalah sangat kritis terhadap prestasi selama suatu lomba lari sprint. Melalui

tahapan lomba tuntutan teknik sprint beragam seperti halnya aktivitas otot-otot, pola

waktu mereka dan aktivitas metabolik para atlet dari tahap reaksi sampai tahap transisi

tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kecepatan dari suatu sikap diam di

tempat.

Tujuan utama lari sprint adalah untuk memaksimalkan kecepatan horizontal, yang

dihasilkan dari dorongan badan kedepan. Kecepatan lari ditentukan oleh panjang-langkah

dan frekuensi-langkah. untuk bisa berlari cepat seorang atlet harus meningkatkan satu

atau kedua-duanya. Tujuan teknik-sprint selama perlombaan adalah untuk mengerahkan

jumlah optimum daya kepada tanah didalam waktu yang pendek. Teknik yang baik

ditandai oleh mengecilnya daya pengereman, lengan lengan efektif, gerakan kaki dan

badan dan suatu koordinasi tingkat tinggi dari gerakan tubuh keseluruhan (IAAF,

1993;22).

Teknik lari sprint lari 100m dapat dirinci menjadi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap reaksi dan dorongan

2. Tahap lari akelerasi

3. Tahap transisi/perubahan

4. Tahap kecepatan maksimum

5. Tahap pemeliharaan kecepatan

6. Finish

Lomba lari sprint yang lain mengikuti pola dasar yang sama, tetapi panjang dan

pentingnya tahapan relatif bervariasi. Dalam aspek biomekanika kecepatan lari

ditentukan oleh panjang langkah dan frekuensi langkah (jumlah langkah dalam per satuan

waktu). Untuk bisa berlari lebih cepat seorang atlet harus meningkatkan satu atau kedua-

duanya. Hubungan optimal antara panjang langkah dan frekuensi langkah bervariasi bagi

tahap-tahap lomba yang berbeda-beda. Dalam lari sprint terdapat beberapa tahapan yaitu:

1. Start

Menurut IAAF (2001;6) suatu start yang baik ditandai dengan sifat-sifat berikut;

a. Konentrasi penuh dan menghapus semua gangguan dari luar saat dalam posisi aba-aba

“bersediaaaaa”

b. Meng-adopsi sikap yang sesuai pada posisi saat aba-aba “siaaap”

c. Suatu dorongan explosif oleh kedua kaki terhadap start-blok, dalam sudut start yang

maksimal

Teknik yang digunakan untuk start harus menjamin bahwa kemungkinan power yang

terbesar dapat dibangkitkan oleh atlet sedekat mungkin dengan sudut-start optimum 450.

setelah kemungkinan reaksi yang tercepat harus disusul dengan suatu gerak (lari)

percepatan yang kencang dari titik-pusat gravitasi dan langkah-langkah pertama harus

menjurus kemungkinan maksimum.

Ada tiga variasi dalam start-jongkok yang ditentukan oleh penempatan start-blok relatif

terhadap garis start: a. Start-pendek (bunch-start), b. Start-medium (medium-start), c.

Start-panjang (elongated-start). Start medium adalah umumnya yang disarankan, ejak ini

memberi peluang kepada para atlet untuk menerapkan daya dalam waktu yang lebih lama

daripada start-panjang (menghasilkan kecepatan lebih tinggi), tetapi tidak menuntut

banyak kekuatan seperti pada start-pendek (bunch-start). Suatu pengkajian terhadap

teknik start-jongkok karenanya dapat dimulai dengan start medium. Ada tiga bagian

dalam gerakan start, yaitu:

a. Posisi “bersediaaa”

Pada posisi ini sprinter mengambil sikap awal atau posisi “bersediaaa”, kaki yang paling

cepat/tangkas ditempatkan pada permukaan sisi miring blok yang paling depan. Tangan

diletakkan dibelakang garis start dan menopang badan (lihat gambar ). Kaki belakang

ditempatkan

pada permukaan blok belakang, mata memandang tanah kedepan, leher rileks, kepala

segaris dengan tubuh (lihat gambar).

Menurut IAAF (2001;8) posisi “siaaap” ini adalah kepentingan dasar bahwa seorang atlet

menerima suatu posstur dalam posisi start “siaaap” yang menjamin suatu sudut optimum

dari tiap kaki untuk mendorongnya, suatu posisi yang sesuai dari pusat gravitasi ketika

kaki diluruskan dan pegangan awal otot-otot diperlukan bagi suatu kontraksi explosif dari

otot-otot kaki.

Tanda-tanda utama suatu posisi “siaaap” yang optimum daya adalah;

1. Berat badan dibagikan seimbang

2. Poros pinggul lebih tinggi daripada poros bahu

3. Titik pusat gravitasi kedepan

4. Sudut lutut 900 pada kaki depa,

5. Sudut lutut 1200 pada kaki belakang

6. kaki diluruskan menekan start blok

c. Posisi (aba-aba) “ya”

Daya dorong tungkai dan kaki dalam start dapat dianalisa dengan menggunakan papan-

pengalas daya dibangu pada start blok. Bila kaki-kaki menekan pada papan itu pada pada

saat start, impuls dapat disalurkan ke dan ditampilkan pada suatu dinamo-meter.

Kekuatan impuls arah dan lamanya, juga timing dari dorongan dari tiap kaki dapat

dicatat.

Ciri kunci yang untuk diperhatikan adalah:

1. kaki belakang bergerak lebih dahulu. Pola daya kekuatan menunjukkan bahwa daya

kekuatan yang puncaknya sangat tinggi dikenakan mengawali gerak akselerasi dari titik-

pusat gravitasi atlet dengan cepat menurun.

2. Penerapan daya kekuatan dari kaki depan dimulai sedikit lambat yang memungkinkan

gerak akselerasi titik-pusat gravitasi untuk berlanjut setelah dorongan kaki belakang

menghilang, dan berlangsung dalam waktu yang lebih lama. Kenyataannya, daya

kekuatan daya kekuatan digunakan oleh kaki-depan kira-kira dua kali lipat dari daya

kaki-belakang.

Tahap pemulihan (recovery). Otot-otot flexor lutut mengangkat tumit kedepan pantat

dengan pembengkokan (flexio) kedepan serentak dari otot-otot paha. Tungkai bawah

tetap ditekuk ketat terhadap paha mengurai momen inertia. Lutut yang memimpin

dipersiapkan untuk suatu ayunan ke depan yang relax dari tungkai bawah dalam langkah

mencakar berikutnya. Lutut dorong yang aktif mennyangga pengungkit pendek dari kaki

ayun. Kecepatan sudut optimal pada paha berayun kedepan menolong menjamin

frekuensi langkah lari yang tinggi.

Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah agar kaki dorong putus kontak dengan tanah.

Kaki rilex, mengayun aktif menuju pembuatan langkah diatas lutut kaki sangga dan

sebagai tahap lanjutan dan persiapan angkatan lutut. Adapun ciri-ciri atu tangda-tanda

tahap ini adalah:

1. Ayunan rilex kaki belakang yang tidak disangga sampai tumit mendekati panta. Bandul

pendek ini sebagai hasil kecepatan sudut yang tinggi memungkinkan membuat langkah

yang cepat.

2. Angkatan tumit karena dorongan aktif lutut, dan harus menampilkan relaksasi total dari

semua otot yang terlibat.

3. Perjalanan horizontal pinggul dipertahankan sebagai hasil dari gerakan yang dijelaskan

b. Tahap ayunan depan.

Tahap angkat lutut. Tahap ini menyumbangkan panjang langkah dan dorongan pinggang.

Persiapan efektif dengan kontak tanah. Sudut lutut yang diangkat kira-kira 150 dibawah

horizontal. Gerakan kebelakang dari tungkai bawah sampai sutau gerakan mencakar aktif

dari kaki diatas dari dasar persendian jari-jari kaki dalm posisi supinasi dari kaki.

Kecepatan kaki dicapai dengan bergerak kebawah/kebelakang sebagai suatu indikator

penanaman aktif dari hasil dalam suatu kenaikan yang cepat dari komponen daya

vertikal.

Tujuan dan fungsi tahap ini adalah agar lutut diangkat, bertanggung jawab terhadap

panjang langkah yang efektif , dalam kaitan dengan ayunan lengan yang intensif.

Teruskan dan jamin jalur perjalanan pinggang yang horizontal. Persiapan untuk mendarat

engan suatu gerakan mencakar dan sedikit mungkin hambatan dalam tahap angga depan.

Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda-tanda, yaitu:

1. Angkatan paha/lutut horizontal hampir horizontal, melangkahkan kaki sebaliknya

sebagai prasyarat paling penting dari suatu langkah-panjang cepat dan optimal.

2. Gerakan angkat lutut dibantu oleh penggunaan lengan berlawanan diametris yang

intenssif.

3. Siku diangkat keatas dan kebelakang.

4. Dlam lanjutan dengan ayunan kedepan yang rilex dari tungkai bawah karena pelurusan

paha secara aktif, dengan niat memulai gerak mencakar dari kaki aktif.

c. Tahap sangga/topang depan

Tahap amortisasi. Pemulihan dari tekanan pendaratan adalah ditahan. Ada alat peng-

aktifan awal otot-otot yang tersedia didalam yang diawali dalam tahap sebelumnya. Ide-

nya guna menghindari adanya efek pengereman/hambatan yang terlalu besar dengan

membuat lama waktu tahap sangga/topang sependek mungkin.

Tahap ini mempunyai tujuan dan fungsi sebagai tahap amortisasi tahap kerja utama.

Mengontrol tekanan kaki pendarat oleh otot-otot paha depan yang diaktifkan sebelumnya

dan otot-otot kaki bertujuan untuk membuat ssuatu gerak explossif memperpanjang

langkah sebelumnya. Tahapan ini memiliki sifa atau tanda sebagai berikut:

1. Gerakan mencakar aktif dari sisi luar telapak kaki dengan jari-jari keatas.

2. Jangkauan kedepan aktif harus tidak menambah panjang-langkah secara tak wajar,

namun mengizinkan pinggang (pusat gravitassi tubuh) berjalan cepat diatas titik sanggah

kaki.

3. Hindari suatu daya penghambat yang berlebih-lebihan.

4. Waktu kontakl dalam angga depan harus esingkat mungkin.

d. Tahap sangga/topang belakang

Besarnya impuls dan dorongan horizontal diberi tanda. Lama penyanggaan itu adalah

singkat saja. Sudut dorongan sedekat mungkin dengan horizontal. Ada suatu perluasan

elastik dari dari sendi kaki, lutut dan pinggul. Menunjang gerakan ayunan linier lengan

oleh suatu angkatan efektif dari siku dalam ayunan kebelakang, dan ayunan kaki meng-

intensifkan dorongan dan menentukan betapa efektifnya titik pusat massa tubuh dikenai

oleh gerakan garis melintang dari perluasan dorongan. Togok badan menghadap kedepan.

Keriteria untuk tahap-tahap penyanggaan ini adalah:

1. waktu singkat dari periode sangga/topang keseluruhan

2. suatu impuls akselerasi yang signifikan pada tahap topang belakang

3. suatu waktu optimum dari impuls percepatan pada tahap topang/sangga belakang

4. hampir tidak ada daya pengereman/hambatan pada tahap sanggahan.

Tujuan dan fungsi dari tahap ini adalah sebagai tahap akselerasi ulang, penyangga untuk

waktu singkat, dan sebagai persiapan dan pengembangan suatu dorongan horizontal yang

cepat. Tahap ini memiliki sifat-sifat atau tanda, yaitu:

1. Menempatkan kaki dengan aktif, disusl dengan pelurusan sendi-sendi: kaki, lutut,

pinggul.

2. Menggunakan otot-otot plantar-flexor dan emua otot-otot pelurus kaki korset.

3. Badan lurus segaris dan condong kedepan kurang lebih 850 dengan lintasan.

4. Penggunaan yang aktif lengan yang ditekuk kurang lebih 900 ke arah berlawanan dari

arah lomba.

5. Siku memimpin gerakan lengan

6. Otot-otot kepala, leher, bahu dan badan dalam keadaan rilex.

7. Tahap permulaan gerak kaki ayun lutut diangkat.

3. Penguasaan teknik sprint


Selasa, 21 Mei 2013

ESTAFET

PENGERTIAN LARI SAMBUNG ( ESTAFET)


Lari sambung atau lari estafet adalah salah satu lomba lari pada perlombaan atletik yang dilaksanakan secara bergantian atau beranting. Dalam satu regu lari sambung terdapat empat orang pelari, yaitu pelari pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pada nomor lari sambung ada kekhususan yang tidak akan dijumpai pada nomor pelari lain, yaitu memindahkan tongkat sambil berlari cepat dari pelari sebelumnya ke pelari berikutnya. Nomor lari estafet yang sering diperlombakan adalah nomor 4 x 100 meter dan nomor 4 x 400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik saja yang diperlukan tetapi pemberian dan penerimaan tongkat di zona atau daerah pergantian serta penyesuaian jarak dan kecepatan dari setiap pelari.

TEKNIK

a. Latihan Teknik Lari Sambung No Latihan Teknik Penerimaan Tongkat 1 Dengan cara melihat (visual) Pelari yang menerima tongkat melakukannya dengan berlari sambil menolehkan kepala untuk melihat tongkat yang diberikan oleh pelari sebelumnya. 2 Dengan cara tidak melihat (non visual) Pelari yang menerima tongkat berlari sambil mengulurkan tangan kebelakang. Selanjutnya pelari sebelumnya menaruh tongkat ke tangan si pelari setelahnya.

No Latihan Teknik Pemberian dan Penerimaan Tongkat 1 Dari Bawah Jika pemberi memberikan tongkat dengan tangan kanan maka penerima menggunakan tangan kiri. Saat akan memberi tongkat, ayunkan tongkat dari belakang ke depan melalui bawah. Sementara tangan penerima telah siap di belakang dengan telapak tangan menghadap bawah. Ibu jari terbuka lebar, sementara jari-jari yang lainnya dirapatkan. Tangan penerima berada di bawah pinggang. 2 Dari atas Jika pemberi memberikan tongkat dengan tangan kiri maka penerima juga menggunakan tangan kiri.

b. Daerah Pergantian Tongkat No Cara Menempatkan Antara Pelari-Pelari 1 Pelari ke 1 Di daerah start pertama dengan lintasan di tikungan 2 Pelari ke 2 Di daerah start kedua dengan lintasan lurus 3 Pelari ke 3 Di daerah start ketiga dengan lintasan tikungan 4 Pelari ke 4 Di daerah start keempat dengan lintasan lurus dan berakhir di garis finish

c. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Lari Estafet 1. Pemberian tongkat sebaiknya bersilang, yaitu pelari 1 dan 3 memegang tongkat pada tangan kanan, sedangkan pelari 2 dan 4 menerima/memegang tongkat pada tangan kiri. 2. Penempatan pelari hendaknya disesuaikan dengan keistimewaan dari masing- masing pelari. Misalnya pelari 1 dan 3 dipilih yang benar-benar baik dalam lingkungan. Pelari 2 dan 4 merupakan pelari yang mempunyai daya tahan yang baik. 3. Jarak penantian pelari 2, 3, dan 4 harus benar-benar diukur dengan tepat seperti pada waktu latihan. 4. Setelah memberikan tongkat estafet jangan segera keluar dari lintasan masing-masing.

d. Peraturan Perlombaan 1. Panjang daerah pergantian tongkat estafet adalah 20 meter, lebar 1,2 meter dan bagi pelari estafet 4 x 100 meter ditambabh 10 meter pra-zona. Pra-zona adalah suatu daerah dimana pelari yang akan berangkat dapat mempercepat larinya, tetapi disini tidak terjadi penggantian tongkat. 

Lari Estafet(Lari Beranting)

Lari Estafet atau sering disebut dengan lari beranting merupakan salah satu
dari cabang atletik.Lari Estafet hanya membutuhkan empat (4) orang
pemain untuk melakukan olahraga tersebut.

Jarak Tempuh Lari estafet : 4×400 M (Putra/Putri) Dan 4×100 M

Start yang sering di gunakan dalam Lari Estafet:

Start Jongkok sering di gunakan pada pelari pertama / (1), Sedangkan
Start Berlari sering di gunakan pada pelari ke-Dua,ke-Tiga,dan ke-Empat /
(2,3,4)

Ada beberapa cara menerima tongkat Estafet:

1.Visual : Dengan menoleh atau melihat ke belakang dan ini hanya di

gunakan untuk lari Estafet yang berjarak 4×400 meter.

Non Visual : Cara ini di gunakan dengan tidak menoleh ataupun melihat ke

belakang,karena jarak yang di gunakan terlalu pendek yaitu 4×100 meter.

Ada ketentuan atau peraturan yang da di olahraga Lari Estafet ini:

1.Di perbolehkan mengambil tongkat estafet apabila tongkat tersebut jatuh
pada saat pergantian penerimaan tongkat pada lari yang berjarak 4×400
meter dengan resiko team tersebut bisa kalah dalam lomba tersebut.

2.Di perbolehkan mengambil tongkat estafet apabila tongkat tersebut jatuh
pada saat pergantian penerimaan tongkat pada lari yang berjarak 4×100
meter dengan resiko team tersebut dapat langsung di diskualifikasi dalam
pertandingan olahraga tersebut.

Ada juga cara yang baik dalam menerima togkat estafet agar tidak

terjatuh yaitu :

1.Sebagai pemain yang ingin memberi tongkat tersebut harus menggunakan
tangan kiri,sedangkan pemain yang menerima tongkat tersebut harus
menggunakan tangan kanan,Itulah beberapa cara yang di gunakan untuk
memberi dan menerima tongkat estafet yang benar dan baik.

GAMBARAN TONGKAT ESTAFET


-Panjang Tongkat Estafet : 29,21 Cm

-Diameter tongkat estafet :

- Untuk Dewasa

: 3,81 Cm

- Untuk Anak-anak

: 2,54 cm



Gambaran Lapangan Atletik untuk Lari

Estafet:

Zona pergantian pada Lari Estafet hanya berada 10 meter di depan garis start atau berada 10 meter di belakang garis start.Seperti Gambar di bawah ini :

Pengertian Lari Sambung (Estafet)

Lari sambung atau lari estafet adalah salah satu nomor lomba lari pada

perlombaan atletik yang dilaksanakan secara bergantian atau berantai. Dalam satu regu

lari sambung ada empat orang pelari, yaitu pelari pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Pada nomor lari sambung ada kekhususan yang tidak akan dijumpai pada nomor lari yang

lain, yaitu memindahkan tongkat sambil berlari cepat dari pelari kesatu kepada pelari

berikutnya.

Nomor lari sambung yang sering diperlombakan adalah nomor 4×100 meter dan

nomor 4×400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik lari saja yang perlu

diperhatikan, tetapi pemberian dan menerima tongkat di zona (daerah) pergantian seperti

penyesuaian jarak dan kecepatan dari setiap pelari.

Lari sambung dimulai dari bangsa Aztek, Inka, dan Maya bertujuan untuk

meneruskan berita yang elah diketahui sejak lama. Di Yunani, estafet obor

diselenggarakan dalam hubungannya dengan pemujaan leluhur dan untuk meneruskan api

keramat ke jajahan-jajahan baru. Tradisi api Olimpiade berasal dari tradisi Yunani

tersebutLari estafet 4×100 meter dan 4×400 meter bagi pria dalam bentuk sekarang ini,

pertama-tama diselenggarakan pada olimpiade tahun 1992 di Stockholm. Estafet 4×100

meter bagi wanita sejak tahun 1928 menjadi nomor Olimpiade dan 4×400 meter

dilombakan sejak tahun 1972

Teknik Lari Sambung (Estafet)

Suksesnya lari estafet sangat bergantung dari kelancaran penggantian tongkat.

Waktu yang dicapai akan lebih baik (lebih cepat) jika pergantian tongkat estafet

berlangsung dengan baik pula. Suatu regu lari estafet yang terjadi dari pelari-pelari yang

baik hanya akan dapat memenangkan perlombaan, jika mampu melakukan pergantian

tongkat estafet dengan sukses.

Ukuran tongkat yang digunakan pada lari estafet adalah

Panjang tongkat : 28-30 cm

Diameter tongkat : 38 mm

Berat tongkat : 50 gr

Pada lari sambunga ada beberapa macam cara dalam pemberian tongkat estafet dari

pelari kepada pelari berikutnya. Secara garis besar, pergantian tongkat srtafet itu ada 2

macam, yaitu dengan melihat (visual) dan tanpa melihat (nonvisual).

Teknik Penerimaan Tongkat

Perlombaan lari sambung mengenal dua cara penerimaan tongkat, yaitu:



Keterampilan teknik penerimaan tongkat dengan cara melihat

Pelari yang menerima tongkat melakukannya dengan berlari sambil menolehkan

kepala untuk melihat tongkat yang diberikan oleh pelari sebelumnya. Penerimaan

tongkat dengan cara melihat biasanya dilakukan pada nomor 4×400 meter.



Keterampilan teknik penerimaan tongkat estafet dengan cara tidak melihat

Pelari yang menerima tongkat melakukannya dengan berlari tanpa melihat tongkat

yang akan diterimanya. Cara penerimaan tongkat tanpa melihat biasanya digunakan

dalam lari estafet 4×100 meter.

Dilihat dari cara menerima tongkat, keterampilan gerak penerima tongkat tanpa

melihat lebih sulit dari pada dengan cara melihat. Dalam pelaksanaannya, antara

penerima dan pemberi perlu melakukan latihan yang lebih lama melalui pendekatan yang tepat Teknik Pemberian dan Penerimaan Tongkat Estafet

Prinsip lari sambung adalah berusaha membawa tongkat secepat-cepatnya yang

dilakukan dengan memberi dan menerima tongkat dari satu pelari kepada pelari

lainnya, agar dapat melakukan teknik tersebut, pelari harus menguasai keterampilan

gerak lari dan keterampilan memberi serta menerima tongkat yang dibawanya.

Dalam beberapa perlombaan lari sambung, seringkali suatu regu dikalahkan oleh

regu lainnya hanya karena kurang menguasai keterampilan gerak menerima dan

memberikan tongkat dari satu pelari kepada pelari yang lainnya. Bahkan, seringkali

suatu regu didiskualifikasi hanya karena kurang tepatnya penerimaan dan pemberian

tongkat.

Lari sambung mengenal dua keterampilan teknik pemberian dan penerimaan

tongkat, yaitu:

Keterampilan teknik pemberian dan penerimaan tongkat estafet dari bawah

Keterampilan teknik ini dilakukan dengan cara pelari membawa tongkat dengan

tangan kiri. Sambil berlari atlet akan memberikan tongkat tersebut dengan tangan kiri.

Saat akan memberi tongkat, ayunkan tongkat dari belakang ke depan melalui bawah.

Sementara itu, tangan penerima telah siap dibelakang dengan telapak tangan

menghadap ke bawah. Ibu jari terbuka lebar, sementara jari-jari tangan lainnya

dirapatkan. Keterampilan teknik pemberian dan penerimaan tongkat estafet dari atas

Keterampilan teknik ini dilakukan dengan cara mengayunkan tangan dari

belakang ke depan, kemudian dengan segera meletakan tongkat dari atas pada talapak

tangan penerima. Pelari yang akan menerima tongkat mengayunkan tangan dari

depan ke belakang dengan telapak tangan menghadap ke atas. Ibu jari di buka lebar

dan raji-jari angan lainnya rapat. Pada keterampilan teknik pemberian tongkat dari atas, pemberian dan penerimaan tongkat dilakukan pada bagian tangan yang sama. Apabila pemberi melakukannya dengan angan kanan, penerima akan melakukannya dengan tangan kanan pula. Daerah Pergantian Tongkat Estafet Antarpelari

Suatu regu lari estafet yang terdiri dari pelari-pelari yang baik hanya akan dapat

memenangkan perlombaan jika mampu melakukan pergantian tongkat estafet dengan

cepat dan sempurna. Cara menempatkan pelari-pelari tersebut adalah sebagai berikut.

Pelari ke-1 ditempatkan didaerah start pertama dengan lintasan di tikungan.

Pelari ke-2 ditempatkan didaerah start kedua dengan lintasan lurus.

Pelari ke-3 ditempatkan didaerah start ketiga dengan lintasan ditikungan

Pelari ke-4 ditempatkan di daerah start keempat dengan linasan lurus dan berakhir di

garis finish Latihan Memberi dan Menerima Tongkat Estafet dalam Bentuk Perlombaan Tujuan: melatih kerjasama dalam ketepatan dan kecepatan berlari sehingga hasil akhir dapat tercapai dengan baik. Cara Melakukannya: Buatlah beberapa regu estafet (masing-masing terdiri dari 4 pelari atau siswa) dan masing-masing pelari atau siswa ditempatkan dengan jarak 100 meter

Setalah ada aba-aba ”bersiap” pelari pertama segera menempatkan posisinya (sikap

startjo n g k o k )

Setelah ada aba-aba ”ya”, pelari tersebut berlari secepat-cepatnya menuju pelari atau

atlat kedua yang sudah siap untuk menerima tongkat

Setelah keempat pelari menyelesaikan tugasnya dan pelari terakhir (keempat) masuk

ke garisf i n i s h tanpa membuat kesalahan maka regu yang tiba di garisf i n i s h

pertama keluar sebagai pemenang

Hal-Hal yang Perlu Diperhaikan dan Peraturan Perlombaan Lari Estafet

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Lari Estafet

Pemberian tingkat sebaiknyasecara bersilang, yaitu pelari 1 dan 3 memegang tongkat

pada angan kanan, sedangkan pelari 2 dan 4 menerima aau memegang tongkat

dengan tangan kiri

Penempatan pelari hendaknya disesuaikan dengan keistimewaan dari masing-masing

pelari. Misalnya, pelari 1 dan 3 dipilih yang benar-benar baik dalam tikungan.

Pelari 2 dan 4 merupakan pelari yang mempunyai daya tahan yang baik.

Jarak penantian pelari 2, 3, dan 4 harus benar-benar diukur dengan tepat

Setelah memberikan tongkat estafet jangan segera keluar dari lintasan masing-

masing.

Peraturan Perlombaan

Panjang daerah pergantian tongkat estafet adalah 20 meter, 1,20 meter dan bagi pelari

estafet 4×100 meter ditambah 10 meter prazona. Prazona adalah suatu daerah di

mana pelari yang akan berangkat dapat mempercepat larinya, tetapi di sini tidak

terjadi pergantian tongkat.

Setiap pelari harus tetap tinggal di jalur lintasan masing-masing meskipun sudah

memberikan tongkatnya kepada pelari berikutnya. Apabila tongkat terjatuh, pelari

yang menjatuhkannya harus mengambilnya.

Tongkat estafet harus berukuran panjang tongkat 28-30 cm, diameter tongkat 38 mm,

berat tongkat 50 gr

Dalam lari estafet, pelari pertama berlari pada lintasannya masing-masing sampai

tikungan pertama, kemudian boleh masuk ke lintasan dalam, pelari ketiga dan

pelari keempat menunggu di daerah pergantian secara berurutan sesuai

kedatangan pelari seregunya.



LARI ESTAFET

Lari bersambung atau biasa disebut lari estafet adalah lari beregu yang terdiri dari 4 orang

pelari. Lari ini dilakukan bersambung dan bergantian membawa tongkat dari garis start

sampai ke garis finish. Sebagian besar keberhasilan regu estafet ditentukan oleh

kelancaran pada saat melaksanakan pergantian tongkat estafetnya.

Start yang digunakan dalam lari bersambung adalah untuk pelari pertama (I)

menggunakan start jongkok. Sedangkan untuk pelari kedua (II), ketiga (III), dan pelari

yang keempat (IV) menggunakan start melayang. Jarak lari bersambung yang sering

diperlombakan dalam atletik baik untuk putra maupun putri adalah 4 X 100 meter atau 4

X 400 meter. Dalam melakukan lari sambung bukan teknik saja yang diperlukan tetapi

pemberian dan penerimaan tongkat di zona atau daerah pergantian serta penyesuaian

jarak dan kecepatan dari setiap pelari.

1. Teknik Lari Bersambung (Lari Estafet).

Satu regu pelari estafet biasanya terdiri dari 4 orang pelari. Keberhasilan yang akan

dicapai oleh tim sangat ditentukan pada saat melakukan pergantian estafet. Suatu tim

pelari harus memiliki pelari-pelari yang tercepat dan mampu melakukan pergantian

tongkat dengan sempurna.

2. Teknik Pergantian tongkat Estafet.

Pergantian Tongkat estafet dalam lari bersambung atau lari estafet terbagi menjadi 2,

yaitu :

Pergantian Tongkat Estafet tanpa melihat (Non Visual) Yaitu cara pelari menerima

tongkat estafet tanpa melihat kepada yang memberi tongkat estafet.

Pergantian Tongkat estafet dengan melihat (Visual) yaitu cara pelari menerima tongkat

estafet dengan melihat ke belakang

(pemberi tongkat estafet).

Teknik Pemberian dan Penerimaan Tongkat :

Dari Bawah Jika pemberi memberikan tongkat dengan tangan kanan maka penerima

menggunakan tangan kiri. Saat akan memberi tongkat, ayunkan tongkat dari belakang ke

depan melalui bawah. Sementara tangan penerima telah siap di belakang dengan telapak

tangan menghadap bawah. Ibu jari terbuka lebar, sementara jari-jari yang lainnya

dirapatkan. Tangan penerima berada di bawah pinggang.

Dari atas Jika pemberi memberikan tongkat dengan tangan kiri maka penerima juga



menggunakan tangan kiri.

Pergantian tongkat estafet harus berlangsung di dalam daerah pergantian yang

panjangnya 20 meter. Pergantian tongkat estafet yang terjadi diluar daerah pergantian

akan terkena Diskualifikasi.

3. Cara Memegang tongkat Estafet.

Cara memegang tongkat estafet harus dilakukan dengan benar. Memegang tongkat dapat

dilakukan dengan dipegang oleh tangan kiri atau kanan. Setengah bagian dari tongkat

dipegang oleh pemberi tongkat. Dan ujungnya lagi akan dipegang oleh penerima tongkat

estafet berikutnya. Dan bagi pelari pertama, tongkat estafet harus dipegang dibelakang

garis start dan tidak menyentuh garis start.

4. Hal-Hal yang Harus Diperhatikan dalam Lari Estafet :

1. Pemberian tongkat sebaiknya bersilang, yaitu pelari 1 dan 3 memegang tongkat pada

tangan kanan, sedangkan pelari 2 dan 4 menerima/memegang tongkat pada tangan kiri.

2. Penempatan pelari hendaknya disesuaikan dengan keistimewaan dari masing-masing

pelari. Misalnya pelari 1 dan 3 dipilih yang benar-benar baik dalam lingkungan. Pelari 2

dan 4 merupakan pelari yang mempunyai daya tahan yang baik.

3. Jarak penantian pelari 2, 3, dan 4 harus benar-benar diukur dengan tepat seperti pada

waktu latihan.

4. Setelah memberikan tongkat estafet jangan segera keluar dari lintasan masing-masing.

5. Peraturan Perlombaan